Pemkot Palopo
HeadlineLuwuOpiniSulselViral

Tambang Emas PT Masmindo Dwi Area dan Luka Masyarakatnya yang Tak Terlihat di Bumi

73
×

Tambang Emas PT Masmindo Dwi Area dan Luka Masyarakatnya yang Tak Terlihat di Bumi

Sebarkan artikel ini

WARTAWAKTU.com|OPINI – Industri tambang emas kerap dibungkus narasi kemakmuran: lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi, dan kontribusi devisa negara. Namun, di balik kilau emas yang memikat, tersimpan luka ekologis yang sering diabaikan.

Seperti tambang emas PT Masmindo Dwi Area (MDA) dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki oleh PT MDA. Perusahaan ini memiliki izin untuk operasi produksi emas di wilayah Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, dengan luas konsesi 14.390 hektar. Diketahui IUP Masmindo berlaku dari 16 Januari 2018 hingga 19 Juni 2050.

Kehadiran PT Masmindo Dwi Area akan meninggalkan jejak panjang kerusakan lingkungan—mulai dari deforestasi, pencemaran air oleh merkuri dan sianida, hingga degradasi tanah yang menghilangkan kesuburan untuk generasi mendatang.

Air sungai yang dulunya jernih menjadi keruh beracun, ekosistem air tawar hancur, dan masyarakat yang bergantung pada alam kehilangan sumber kehidupan. Perusahaan kerap berkilah dengan menyebut adanya “Reklamasi” atau “Rehabilitasi” pasca-tambang.

Namun, realitasnya, proses pemulihan ekologis memerlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun, sementara keuntungan perusahaan diambil hanya dalam hitungan dekade.

Kritik utama terhadap perusahaan tambang emas bukan sekadar pada operasinya, tetapi pada model bisnis yang mengorbankan keseimbangan alam demi kepentingan ekonomi jangka pendek. Hukum lingkungan yang longgar, pengawasan yang lemah, dan kolusi dengan elit lokal memperparah dampak ini. Pada akhirnya, masyarakat sekitar yang menanggung beban terberat: kesehatan terganggu, sumber air hilang, dan tanah leluhur rusak permanen.

Jika kita ingin masa depan yang berkelanjutan, paradigma pengelolaan sumber daya harus berubah. Perusahaan tambang emas wajib bertanggung jawab penuh, tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga secara ekologis dan sosial. Tanpa itu, emas yang kita genggam hanyalah simbol kekayaan yang lahir dari kemiskinan ekologi.

Industri tambang emas, terutama yang tidak transparan atau ilegal, telah meninggalkan luka serius di ekosistem dan masyarakat. Data ilmiah memperlihatkan bahwa kandungan zat beracun sama sekali tidak bisa disepelekan—kesehatan manusia, flora, fauna, dan sistem ekonomi lokal terancam jangka panjang. Padahal, biaya ekologis yang ditebus oleh alam dan masyarakat lebih besar daripada cuan sesaat yang diraup perusahaan.(**)

Penulis: Muh Fatur Rahman

Koni Palopo