WARTAWAKTU.com|OPINI -Baru hitungan bulanan menjabat, Wali Kota Palopo sudah dihantam isu liar yang dipelintir sedemikian rupa. Penahanan hingga kehilangan ijazah karyawan di perusahaan swasta memang masalah serius yang perlu ditangani, tetapi tiba-tiba isu itu digiring ke ranah politik dengan menyeret gosip lama soal keluarga kepala daerah. Sebuah framing yang jelas tidak relevan dan penuh kepentingan.
Hal itu menjadi perhatian sejumlah masyarakat Kota Palopo isu yang dianggap murahan, terkesan tendensius untuk kepentingan sepihak.
Mari diluruskan. Ijazah adalah dokumen pribadi yang tidak boleh ditahan perusahaan. Pemerintah Kota Palopo melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) sudah menegaskan hal ini dan membuka ruang pelaporan. Artinya, pemerintah tidak tinggal diam. Namun, proses penyelesaian butuh jalur hukum, bukan sekadar panggung opini yang penuh dramatisasi.
Sayangnya, alih-alih fokus pada solusi untuk buruh, lawan politik justru sibuk menghidupkan isu lama yang tidak pernah terbukti. Publik digiring untuk percaya bahwa diamnya Wali Kota adalah bentuk pembiaran, padahal kenyataannya pemerintah kota tengah menempuh jalur formal.
Di balik narasi bombastis itu, publik harus sadar ada “aktivis cuan” yang mencari rezeki politik dengan cara menunggangi penderitaan rakyat. Mereka memanfaatkan isu buruh hanya sebagai komoditas, bukan perjuangan tulus. Seolah-olah peduli, padahal yang dicari hanyalah panggung dan keuntungan pribadi.
Apakah ini benar-benar soal kepedulian pada rakyat kecil, atau sekadar gorengan politik murahan untuk mendulang cuan dan simpati instan?
Wali Kota Palopo masih seumur jagung memimpin. Terlalu dini untuk menghakimi kinerjanya hanya dengan isu yang bahkan bukan berasal dari pemerintah, melainkan ulah oknum perusahaan swasta. Kritik tentu boleh, tapi seharusnya berbasis data, bukan fitnah, gosip, apalagi dagangan politik aktivis bayaran.
Yang lebih ironis, mereka yang paling lantang menyerang justru tidak pernah menyebut perusahaan mana yang terlibat atau berapa jumlah korban yang terdampak. Rakyat hanya disuguhi narasi penuh emosi tanpa bukti konkret. Sementara itu, pemerintah bekerja dengan data, aturan, dan mekanisme hukum.
Pada akhirnya, masyarakat Palopo butuh solusi, bukan drama. Pemerintah masih bekerja, dan sejarah akan membuktikan siapa yang benar-benar membangun, dan siapa yang hanya mencari panggung lewat narasi murahan para aktivis cuan murahan.
Penulis: Jumaldi